Jakarta dsk (lagi-lagi) banjir (lagi )
Lagi ketar ketir nih, soalnya sejak pindah ke Pamulang, Bapak dan Ibu kan masih tinggal di Pesing, Jakarta Barat, yang rawan banjir.
Waktu masuk bulan Januari, kita sempat berpikir, wah mungkin musim hujannya gak parah, soalnya udah hari gini belum hujan-hujan juga. Lagian musim panas nya juga parah, barangkali hujannya juga gak banyak. Taunya salah besar! Hujan di Pamulang (dan mungkin di Depok dan di Bogor) baru mulai deras akhir Januari. Sempat kontak-kontak dengan Pak De Tanto dan Ibu yang tinggal di Pesing. Katanya di Pesing cuma gerimis doang, nanti kalo di depan rumah udah tergenang air, baru mau pindah ke Serpong, ke rumah Kakak. Lagi-lagi salah besar. Karena banjir di Pesing tidak memerlukan hujan deras di sana, cukup dapat kiriman saja dari hujan di Selatan.
Aku juga merasa bersalah karena kurang memaksa mereka untuk ngungsi kemarin. Bahkan dengan adanya hujan aku malah berulang kali bilang udara jadi lebih adem, maklum di rumah kita belum ada AC-nya. Padahal kemarin aku sempat ke Depok dan melihat sendiri aliran air di sungai disana sudah sangat deras dan cukup tinggi. Ditambah sudah ada warning dari adik yang tinggal di Depok bahwa debit air di pintu air bogor dan manggarai sudah masuk siaga dua. Padahal juga, kemarin ibu keluar pake mobil sama Pak Udin supir yang rumahnya berdekatan, untuk ke bank, tapi berhubung aku ada rapat di Depok, aku jadi gak konsentrasi untuk minta pak udin sekalian aja nganter Bapak & Ibu ke Serpong. Ampuun deh, nyesel abizz..
But, it was too late. Pagi ini air sudah masuk rumah dan mobil masih nongkrong di garasi. Alhamdulillah akhirnya mobil berhasil dikeluarkan menembus banjir yang ada di belokan dekat rumah yang posisinya lebih rendah dari rumah dan di titipkan di tetangga yang posisinya lebih aman oleh Pak De Tanto. Bapak juga sudah berhasil dipindah ke lantai 2. Oke lah, itu semua hal yang patut disyukuri karena ibu juga sudah belanja kebutuhan sehari-hari juga obat-obatan untuk mengantisipasi tidak bisa kemana-mana dalam beberapa hari ini. Ibu juga sudah sempat memindahkan sofa dan barang-barang lain ke lantai atas dan menyiapkan karung-karung pasir untuk menyaring air yang masuk ke rumah, jadi biar banjir tapi airnya bening. Semua itu hadil belajar dari pengalaman banjir tahun 2002. Ya Allah, semoga dalam beberapa hari cuaca terang dan air surut, jadi ada kesempatan untuk mindahin Bapak dan Ibu ke tempat yang lebih aman, mengingat Bapak sakit dan Ibu juga punya penyakit macem-macem. Amin
Karena concern dengan banjir, aku jadi rajin dengerin berita di radio dan tivi. Tahun ini sepertinya lebih parah. Mungkin karena ada banyak kerjaan pembangunan (yang herannya) baru berlomba-lomba dimulai dimusim penghujan dan tentu saja pengerjaannya masih dalam proses saat ini, yang bikin gorong-gorong tersumbat dan jalan-jalan macet tanpa hujan sekalipun.
Yang aku denger daerah Ciledug dan Bekasi terendam. Akses jalan ke sana putus, bahkan motor pun harus lewat jalan tol. Macet gila-gilaan dimana-mana even di tol TB Simatupang yang biasanya jarang banget macet. Bahkan ada suatu daerah di Sarua Ciputat yang sudah 14 tahun tidak pernah banjir, kali ini juga dapat bagian. Banyak orang yang tidak mengira akan separah ini, jadi cara mengantisipasinya pun beda. Mereka sudah merasa cukup aman untuk bertahan di rumah kalau banjir, ternyata banjirnya sampai atap, dan proses evakuasi juga seret, kan yang punya perahu karet tidak banyak. Bahkan yang bertahan di rumah bertingkat, jadi terisolasi.
Jakarta en sekitarnya, mau jadi apa 15 tahun lagi? Jadi inget lagunya Izza : Rain rain go away, come again another day. Barney's friends want to play, rain-rain go away. Entah hujannya yang terlalu deras, sirkulasi airnya yang super duper gak bener, kebiasaan buang sampah sembarangan, atau hutannya yang gundul? Yang penting doanya untuk semua yang terkena musibah banjir, semoga segera mendapatkan bantuan, semoga dapat pindah ke tempat yang lebih aman, semoga tidak banyak korban, Amin
Updates:
Alhamdulillah hari Sabtu tanggal 4 Februari Bapak dan Ibu berhasil dievakuasi oleh Kakak dengan perahu dan truk tronton untuk kemudian dibawa ke Serpong, jadi hanya Pak De Tanto yang tinggal. Keesokan harinya listrik padam dan air sempat naik lagi hingga 35 cm. Kalau dibandingkan dengan korban yang laen memang lebih beruntung dilihat dari masuknya air, tapi masalahnya daerah rumah ibu terkepung banjir yang cukup tinggi seperti Jl. Tubagus Angke yang sudah tidak keliatan lagi karena sudah sama tingginya dengan Kali Angke, sama juga dengan Daan Mogot yang udah kayak sungai termasuk jalur busway nya. Jadi susah juga nyari jalan keluarnya, apalagi Bapak pakai kursi roda. Tanggal 8 Februari air sudah surut dan listrik sudah kembali nyala. Tapi pastinya berantakan dan kotor banget.
Hari Minggu tanggal 5 Februari, mz dapat kabar, rumah kakaknya yang di Taman Kartini Bekasi juga sudah setinggi leher orang dewasa. Akhirnya semua anggota keluarga harus pindah ke lantai 2. Komunikasi sempat putus karena listrik padam, jadi selain gelap juga tidak bisa nge-charge HP, mana telpon rumah sulit, hanya sempat tau bahwa logistik menipis. Bersama dengan Amih, Bari dan Papat, mereka ke Bekasi. Mobil hanya bisa sampai Pasar Bekasi, jadi Papat dan Bari berenang menuju lokasi. Yang mau mengungsi hanya Arul dan Vicky. Tapi sempat kirim logistik. Pas di mobil mereka makan banyak sekali walau akhirnya muntah karena sudah keburu masuk angin. Tanggal 7 Februari air sudah surut, begitulah Bekasi, air naik cepat dan ekstrim, begitu juga turunnya.
|