Meluluhkan Hati Izza
Setelah lebih 8 bulan tinggal di Jakarta, Izza sudah merasa kerasan dan benar-benar feels at home. Apalagi dia udah mulai sekolah dan kenal beberapa teman. Begitu juga, buat Eyang putri dan Eyang Kakung, kehadiran Izza cukup menambah suasana rumah jadi semarak. Kadang-kadang Izza menjadi teman ngobrolnya Eyang Putri dan bantu nyiapin obat buat Eyang Kakung.
Selain Izza, di rumah juga ada anak yang hampir sebaya dengan Izza, namanya Lastri. Izza senang sekali bisa punya teman di rumah. Sekarang, apa-apa mesti mau sama Lastri. Sayangnya, Izza ngga bisa pergi sekolah bareng Lastri, karena ibunya Lastri merasa anaknya belum cukup mandiri untuk sekolah.
Ini juga yang membuat Izza kadang berat untuk sekolah, kenapa dia harus sekolah? sementara Lastri nggak? Sekali waktu Izza bilang ke mama: "Izza ngga mau sekolah, Izza mau main aja sama Lastri." Begitu juga pas mau belajar ngaji: "Izza ngga mau belajar ngaji, Izza mau main aja sama Lastri."
"Waah.. gimana nih?" pikir mama.
Kebetulan waktu Om Munas pulang ke Jakarta bulan Januari lalu, aku ngirim oleh-oleh buat Izza, dan oleh-oleh itu belum diambil. Sebelum oleh-oleh itu diambil, mama bilang ke Izza:
"Izza, papa bilang papa seneeng deh denger Izza udah pinter ngaji, dan rajin sekolah. Makanya papa kirim oleh-oleh buat Izza."
"Iya ma...?"
"Iya, besok mama mau ambil titipan buat Izza dari papa di Om Munas."
"Kalo gitu, besok Izza mau sekolah dan nanti hari kamis mau ngaji sama Zelda dan Salsabila."
Ternyata benar, belum lagi oleh-olehnya diterima, Izza sudah mau bangun pagi, dan siap-siap ke sekolah, tanpa banyak ngerepotin mama. Bahkan, ketika mama hrs berangkat ngajar pagi-pagi, pas nelpon ke rumah, izza udah berangkat sekolah. Padahal kadang-kadang dia suka terlambat.
Besok harinya, mama ketemu sama Om Munas dan tante Eny buat ngambil titipan dari papa. Sampe di rumah, titipan yang buat Izza dikasih ke Izza. Sebenarnya titipannya sederhana aja, gelang mainan bergambar dora dan ikat rambut yang ada dora dkk, dari Dolarama. Tapi efeknya luar biasa.
"Ma... Izza sedih deh ma..." (maksudnya terharu-red.)
"Kenapa Za...?"
"Soalnya Izza seneng dapat surprise dari papa..."
"Syukurlah kalo Izza seneng. Nanti kalo papa telpon, Izza bilang terima kasih ya..."
"Iya ma..."
Besoknya ketika aku nelpon ke Jakarta:
"Ini dari papanya Izza" kata yang angkat telpon. Trus, dari jauh ada yang bilang: "Izza dulu, Izza dulu ... Izza mau ngomong sama papa."
Lalu Izza ambil telpon dan bilang:
"Pa... terima kasih hadiahnya ya.. Izza seneeeeng sekali. Izza rajin sekolah, belajar ngaji, dan kalo makan suap sendiri. Makasih ya pa..."
Papa: "Waah... Izza anak rajin dan pinter. Nanti kalo Izza tetap rajin dan pinter, papa akan kirim surprise lagi buat Izza."
Begitulah, anak kita ternyata mudah luluh hatinya dengan perhatian dan kasih sayang, meskipun dalam bentuk hal-hal yang kecil. Ini memang salah satu pengaruh motivasi eksternal dalam diri anak yang mempengaruhi perilaku mereka. Inilah yang disebut dengan teori behavioristik.
Ya tidak ada salahnya juga kalo dalam konteks ini teori behavioristik lebih tepat untuk menjelaskan. Apalagi motivasi external di sini, diberikan dalam konteks yang positif. Berbeda misalnya dengan hukuman atau ancaman, yang bisa juga mempengaruhi perilaku anak, tapi tentu akan berefek negatif. Tentu saja motivasi external tidak boleh seterusnya dipelihara. Motivasi ini dimaksudkan hanya sebagai alat untuk menumbuhkan motivasi internal.
DIharapkan, ketika orang sudah menyadari begitu berartinya sesuatu yang dia kerjakan, baik buat dia maupun buat orang lain, maka akan tumbuh kesadaran diri untuk melakukan pekerjaan itu. Sementara, dengan motivasi eksternal, ketika faktor eksternal itu hilang, maka semangat untuk melakukan sesuatupun menjadi berkurang.
|