Bilingual
Tentu kita tahu bahwa bilingual berarti dua bahasa. Bilingual bukan semata-mata berarti kemampuan sesorang untuk berbicara dalam dua bahasa yang berbeda, tapi penggunaan dua bahasa tersebut yang sama-sama sebagai first language (bahasa Indonesianya: Bahasa ibu), tanpa yang satu lebih dominan dari yang lain.
Sebenarnya fenomena bilingual bukan pula hal yang aneh bagi kebanyakan orang Indonesia, karena sebagian orang Indonesia ada yang tumbuh dengan bahasa daerah dan bahasa Indonesia pada saat yang bersamaan. Namun karena kebanyakan bahasa daerah hanya memiliki tradisi oral, dan keberadaannya bukan dianggap sebagai bahasa formal, maka orang Indonesia selalu menyebut first languagenya Indonesia. Mungkin akan dianggap aneh kalo ada orang Indonesia mengaku first language-nya bahasa Sunda, Jawa, atau Bugis, misalnya. Padahal, ketika sekolah menengah dulu, ada temanku yang ngga bisa ngomong bahasa Indonesia, hanya bisa ngomong bahasa sunda.
Di Montreal, fenomena bilingual ini sangat nampak. Karena, sebagai bagian dari provinsi Quebec yang bahasa resminya adalah Perancis, warga Montreal (terutama kaum imigran dan keturunan Inggris) juga sangat berkepentingan dengan bahasa Inggris. Walhasil, kebanyakan orang-orang sini mampu berbicara bahasa Perancis sama fasihnya dengan bahasa Inggris. Karena itu pula aku ngga begitu tertantang untuk belajar bahasa Perancis (ngeles nih ye...: padahal emang males aja).
Yang saat ini menarik perhatian kami adalah kemampuan bicara Izza, yang mulai mengarah bilingual. Pada masa-masa awal di daycare, kami lebih banyak mengajak dia ngomong bahasa Inggris di rumah, supaya dia ngga kebingungan dengan perbedaan bahasa di rumah dan di daycare. Tapi, belakangan ini kami mulai mengajak dia untuk mengenal bahasa Indonesia. Hasilnya bagi kami cukup amazing. Dia bisa membedakan saat berbicara dengan bahasa inggris ataupun Indonesia dengan orang yang sama, dan dia dengan mudah switch dari bahasa Indonesia ke Inggris atau sebaliknya, meskipun vocab-nya dia masih lebih banyak bahasa Inggris. Contoh kecil, kalo aku memanggil dia dengan: "Izza, ke sini dong...", dia akan bilang: "Iya, papa..." atau "ngga mau..". Tapi, kalo aku memanggilnya dengan: "Izza, come here, please..." dia akan jawab: "yes, daddy..." or just "no!". Atau, kalo dia ditanya: "Izza makan apa?" dia akan jawab: "Izza makan nasi sama abon" Sementara kalo ditanya: "what do you eat for lunch?" dia akan bilang: "I eat rice with chicken"
Seringkali dia bahkan mengoreksi kita kalo dia bicara English tapi kita jawabnya Indo atau sebaliknya. Misalnya, dia memanggil: "daddy... daddy... look!" lalu aku jawab: "iya Izza, ada apa?" dia akan protes: "yes honey" (maksudnya, agar aku menjawabnya dengan bilang: yes honey).
Tapi karena kosa kata bahasa Indonesianya masih terbatas, maka terkadang dia agak mikir kalo ngomong bahasa indo, plus dia sering nambahin "nya" diakhir kata. Seperti, "mama Izza-nya mau kemana?." Di samping itu, sering juga ketika dia kesulitan atau belum tahu kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia, padahal kita lagi ngomong bahasa Indonesia, maka dengan mudah dia mix dengan vocab English yang dia tahu. Misalnya: "mama... water-nya tumpah." Atau, "mama lagi di kitchen."
Isn't that amazing? Well, at least for us...
*****
Notes:
Hari ini Izza ngga ke day care, karena tadi malam agak demam. Mungkin kemarin kecapean bermain sampe ngga bisa tidur siang. Tambahan cuacanya berubah agak cukup ekstrim, Sabtu hujan seharian, pas minggunya panas terik. sementara dua hari itu kami keluar rumah terus. Tapi, siang ini dia udah semangat lagi duduk di atas tricycle-nya... dan udah mulai nyanyi-nyanyi. Mudah2an besok bisa sekolah lagi.
|